Palembang, Dipantara Online — Di tengah gemuruh Palembang, sebuah peristiwa penting terjadi pada tahun 1952. Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi keagamaan yang biasanya fokus pada isu-isu sosial dan keagamaan, untuk pertama kalinya terjun ke dunia politik praktis. Muktamar NU ke-XIX, yang diadakan di Gedung Eks-Balai Pertemuan Sekanak Palembang, menjadi saksi bisu atas langkah berani ini. Pada saat itu, KH Idham Kholid menjabat sebagai ketua umum.
Peristiwa tersebut tidak hanya mencatatkan sejarah bagi NU, tetapi juga meninggalkan banyak arsip yang berharga sebagai dokumen sejarah. KH Abdul Malik Tadjuddin, salah satu tokoh yang turut serta dalam peristiwa tersebut, berhasil menghimpun beberapa dokumen penting. Dokumen-dokumen ini masih terawat dengan baik, disimpan oleh pihak keluarga dan akhirnya diserahkan oleh Ir A Dailami, putra sulung almarhum KH Abdul Malik Tadjuddin, kepada sejarawan NU KH Abdul Mun’im DZ pada Selasa, 18 Juli 2023.
Sejarawan NU, KH Abdul Mun’im DZ, mengungkapkan pentingnya momen ini. “Kita sedang menulis kembali sejarah NU, baik sosial, agama, maupun politik, direkonstruksi agar lebih proporsional,” ujarnya saat menerima serahan dokumen-dokumen sejarah NU dari tahun 1934-2000.
Muktamar tahun 1952 di Palembang bukan hanya sekadar pertemuan biasa. Gedung Balai Pertemuan yang nyaris diubah menjadi pusat perbelanjaan menjadi tempat bersejarah yang menyimpan jejak langkah NU di dunia politik. KH Abdul Mun’im DZ menyatakan, “Kami sedang mengumpulkan dokumen dari seluruh Indonesia sebagai bahan penulisan buku sejarah NU.”
Sebagai Instruktur Nasional Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU), KH Abdul Mun’im DZ tidak hanya mengumpulkan dokumen. Ia juga mengunjungi kediaman almarhum KH Abdul Malik Tadjudin, seorang tokoh besar NU di Palembang. Dalam kunjungan tersebut, ia menyampaikan pandangannya tentang bagaimana jasa-jasa NU sering kali terabaikan oleh sejarahwan. “Peran NU dalam peristiwa seperti perang 10 November di Surabaya dan Resolusi Jihad sangat besar, namun sering kali tidak diangkat,” tambahnya.
Bukan hanya dalam perjuangan fisik, NU juga memainkan peran penting dalam merumuskan Pancasila dan UUD 1945 serta pembebasan Irian Barat. KH Abdul Mun’im DZ menekankan pentingnya menulis sejarah NU secara utuh dan proporsional, berdasarkan sumber sejarah asli. Dokumen-dokumen yang diterima akan diserahkan ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk dikelola dengan baik, sehingga dapat diakses oleh publik dari seluruh dunia.
Ir A Dailami, yang mewakili keluarga almarhum KH Abdul Malik Tadjudin, berharap penyerahan dokumen ini bisa menjadi amal jariyah bagi para tokoh NU di Sumsel. “Kami menyerahkan secara sukarela dokumen-dokumen sejarah dari tahun 1934-2000. Ini ada tiga bundel,” ujarnya. Salah satu dokumen yang diserahkan adalah teks pidato asli KH Wahab Abdullah dari salah satu Muktamar NU, serta dokumen-dokumen strategi politik dan seruan dukungan untuk pembebasan Irian Barat.
Selain itu, Dailami juga mengungkapkan bahwa sejak tahun 1926, pengurus NU Palembang sudah mulai mengikuti Muktamar NU, meski belum diakui sebagai pengurus. Data tahun 1934 menunjukkan bahwa pengurus NU Palembang telah disahkan, bersama dengan cabang-cabang lainnya seperti Bangka Belitung dan Sekayu.
Almarhum KH Malik Tadjudin sendiri, semasa hidupnya, menjabat berbagai posisi penting di NU. Mulai dari Ketua MWC NU Seberang Uly pada tahun 1939 hingga menjadi Mustasyar PWNU Sumsel sejak 1998. Sebelum itu, ia menjabat sebagai Rois Syuriah PWNU Sumsel pada tahun 1990-1998. Kontribusinya bagi NU dan masyarakat Palembang tak diragukan lagi, meninggalkan jejak yang tak terlupakan dalam sejarah organisasi ini. (Laporan Abdul Hafiz disesuaikan)