Jakarta, 21 Agustus 2024 – Akademi Kepemimpinan Dipantara menyelenggarakan halaqah dengan tema “Penerapan Khittah NU dalam Politik Kebangsaan” sebagai respons terhadap perbincangan politik yang kontroversial akhir-akhir ini. Acara ini dihadiri oleh sejumlah pembicara penting, antara lain Prof. AS Hikam, Dr. KH. As’ad Said Ali, KH. Arifin Djuanaidi, dan KH. Baidlowi Adnan, yang merupakan sesepuh NU.
Dewan Penasehat Akademi Panata Dipantara menjelaskan bahwa seminar ini diselenggarakan untuk menanggapi kegelisahan yang terjadi di kalangan Nahdliyin, terutama terkait pelanggaran yang dilakukan oleh kepengurusan PBNU periode 2021-2026. Beberapa pelanggaran tersebut mencakup penundaan dan pembatalan Konfermil dan Konfercab yang telah dilakukan sesuai prosedur AD-ART, serta intimidasi terhadap pengurus dan badan otonom tanpa alasan yang jelas. Hal ini menyebabkan terbengkalainya program rutin, seperti layanan sosial dan pendidikan, yang membuat pengurus dari PWNU hingga ranting NU resah.
Prof. AS Hikam menyoroti bahwa langkah PBNU saat ini cenderung otoriter, di mana pengurus PWNU dan PCNU dilarang mengundang Kiai atau mubaligh yang tidak sejalan dengan selera PBNU. “Kegiatan sosial keagamaan menjadi terhambat karena adanya rasa was-was terhadap PBNU,” ungkapnya. Selain itu, tindakan PBNU yang kontroversial memojokkan PKB sebagai partai non-NU, meskipun banyak pengurus NU dan warga Nahdliyin selama ini mendukung PKB sebagai representasi aspirasi mereka, menambah keresahan di kalangan pimpinan NU.
Dalam konteks Pemilu 2024, PBNU dikritik karena menggunakan struktur organisasi mereka sebagai mesin politik untuk memenangkan calon presiden dan wakil presiden tertentu, serta menjalin kerjasama dengan partai lain di luar PKB. Meski PBNU kini mengklaim bahwa PKB adalah aset NU, mereka juga menyatakan bahwa PKB menyimpang dari cita-cita NU, sehingga berencana untuk mengambil alih PKB demi pembenahan.
KH. Arifin Djuanaidi menilai bahwa ada upaya manipulasi terhadap hubungan historis antara NU dan PKB. Menurutnya, pasca-reformasi, masyarakat NU berupaya agar aspirasi politik mereka didengar. Hubungan NU dan PKB, yang berlandaskan historis dan kultural, kini diabaikan, menciptakan ketegangan baru.
Sementara itu, KH. As’ad Said Ali menilai bahwa kekacauan dalam NU saat ini merupakan dampak dari Muktamar Lampung 2021 yang dinilai buruk. Dia menekankan perlunya pengurus NU untuk tidak tinggal diam saat melihat penyimpangan, tetapi menempuh langkah bijak seperti mengirimkan surat atau melakukan pertemuan tertutup untuk menyampaikan nasihat.
Kiai As’ad juga menekankan bahwa cara PBNU menangani masalah sudah jauh dari akhlak ahlussunnah wal jamaah. Dia menyarankan agar ketegangan antara NU dan PKB diselesaikan melalui musyawarah dan ishlah, serta menghindari solusi radikal yang bisa memperparah konflik. (Adam)