MAKRIFAT BURUNG ABABIL
Kau saksikan ribuan tentara bergerak di tengah gurun pasir
debu-debu menggumpal, mengudara, menutup cahaya
langit menjadi hitam seperti wajah-wajah yang muram
pada masa itu, abrahah duduk di atas gajah
membawa amarah pada ka’bah
batu-batu gurun bergetar
gunung-gunung gemetar
disaksikan tubuh dari tanah
disaksikan ruh dalam darah
yang lahir dan yang batin
menatap dingin
kau saksikan tangan-tangan ibrahim dan ismail
menjelma batu-batu, dari zaman ke zaman sebagai penanda
tuhan yang satu bukan tuhan yang batu
tuhan yang mengutus ababil
sebagai catatan sejarah yang nyata
meski berjuta-juta usia lahir dari tahun ke peradaban
ababil telah membawa zikir menuju keabadian
burung-burung bersayap malaikat
terbang melayang menggemakan tasbih
paruh-paruh menggigit bara dari batu
batu-batu api berseru memasuki mata seribu tentara
berjatuhan dari langit, segala terbakar, tanah yang berpijar
gajah-gajah terguling menuju ke asal
batu-batu api menimpa hingga gurun menyala-nyala
kau saksikan ketamakan roboh, terpental ke ruang rahasia
diikat oleh waktu sebagai riwayat menuju makrifat
apa yang dapat kau baca pada peristiwa ini
pertemuan atau perpisahan
sementara perjalanan masih terus melangkah
membawa pada muasal
seperti ababil lenyap
meninggalkan gurun yang hangus
itulah hikmah bagi yang berpikir
untuk seluruh makhluk yang berzikir
MAKRIFAT SEEKOR CACING
Air laut yang garam
menyeret seekor cacing ke tengah lautan
digulung arus, dihempaskan ke dasar samudera
ia hanya menunggu nasib
kematian yang hitam mendekat
menjelma ikan-ikan yang lapar
atau sekarat dalam gelombang bawah laut
di gelap dasar lautan sebuah batu yang retak
mengapit tubuh cacing itu
ia hidup di antara ajal yang kejam
seperti hitam, tak ada pandangan yang memutihkan
ia menggigil dalam diam
kau pasti tak percaya: betapa hidup dan mati adalah sebuah rahasia
dijepit batu, terombang-ambing gelombang tanpa kepastian
ia diberi makanan dari lumut, dari kotoran-kotoran yang dibawa arus
dari sebulir lumpur jadi segaris nyawa, membawa ia pada masa depan
betapa bisa mustahil sebuah perjalanannya terlepas
dari apitan batu
terdampar di sebuah pantai
disaksikan sulaiman
ia pun berkisah
betapa tuhan memberikan kasih sayang
pada seluruh makhluk
Air laut yang garam
menyeret seekor cacing ke tengah lautan
….
MAKRIFAT BURUNG HUD HUD
Perjalanan angin menerbangkan hud hud
ke negeri saba; musim yang hijau dan tanah yang ranum
seorang ratu jelita menyembah matahari
yang tenggelam di waktu malam
yang gelap disaat mendung
yang fana
ia terbang pada sulaiman
membawa berita, cerita dari negeri tanpa kemarau
sedang ia pernah berjanji pada waktu
yang mengajari harga sebuah pertemuan
kepada sulaiman ia mengabdi, bermunajat
dalam tauhid, hakikat cakrawala, mengikuti udara
membawa surat kepada balqis tentang tuhan yang tunggal
karena cinta bukan sekadar rupa dunia
ia membuka dada seluruh bumi dan langit
melahirkan sejarah dalam menyatukan dua hati
atas nama kasih yang luhur; tuhan semesta alam
kepakan sayap melintasi jarak berkilo meter
terik matahari gurun
memanggang tubuh
dari balik gunung-gunung gurun pasir
ia memahami zikir yang paling sunyi
di dalam dadanya, ada jalan yang cerah
bagi manusia-manusia yang mengambil hikmah
pada riwayat sulaiman
MAKRIFAT IKAN NUN
Dari ikan nun, yunus belajar tentang berserah diri
tentang menyadari suatu kesalahan
dan doa yang sunyi
dalam gelap dan asing
meratapi luka hitam dalam usia, hanya dalam perut ikan
menghabiskan waktu pada rasa sesal
dari yunus, nun belajar menjadi tabah
sebagai makhluk dari tanah, yunus memiliki nafsu amarah
ia menjadi sejarah
membawa nabi menuju daratan sesuai titah
dan kembali pada ninawa mengabarkan risalah
dari yunus dan nun, kita belajar beribadah
MAKRIFAT ULAR-ULAR
Musa melemparkan tongkatnya, lalu berubah menjadi ular
ada seribu tanda tanya terpahat dalam kepala
ketika ular musa memakan ular-ular para penyihir
inikah rupa mukjizat yang harus diyakini
dan berkata; agama musa menunjukkan tuhan
atau barangkali bungkam seperti batu
tetapi ini adalah ular, binatang yang bermakna sadis
mengerikan, tidakkah ini pun nujum
seekor ular menyelinap ke taman surga
adam dan hawa tergoda
khuldi terpetik, mereka jatuh ke bumi
seekor ular menggigit kaki abu bakar
air mata jatuh di wajah muhammad
berkatalah; sudah bertahun-tahun bertapa
di dalam goa ini, ingin kusaksikan rupa nabi akhir zaman
Musa melemparkan tongkatnya, lalu berubah menjadi ular
adakah nurani yang jernih dari peristiwa seekor ular
di antara kisah-kisah masa lalu
sesungguhnya setiap makhluk adalah wujud
keberadaan tuhan yang satu
lalu, apakah kita menjadi ular musa
atau ular-ular para ahli nujum?
MAKRIFAT SEEKOR DOMBA
Memandang bukit safa dan marwa
menenun kembali kisah-kisah tua
segala perjuangan melawan yang murka
dalam diri manusia;nafsu dunia
pada makhluk api yang durhaka
seorang perempuan berlari-lari di antara keduanya
mencari air untuk ismail yang dahaga
kau tumpahkan dari tanah gurun
;zam zam, zam zam!
mimpi ibrahim menggetarkan seluruh makhluk
mungkinkah ia seperti ular gurun yang memakan telurnya
sementara api berpesta, memanggang roti, meminum anggur
dalam kobar panasnya berkata; inilah waktu keluarga ibrahim
tersesat bersama pengikutnya, bersama rasa kasih dan sayangnya
pada sebuah ruang seekor domba samadi
berzikir pada yang kuasa
bahwa waktu adalah jalan yang panjang
dalam musim-musim yang gigil
menemani kita yang hanya mendulang cerita
bertukar legenda seolah epos keramat membawa fantasi
ismail dibawa ke gurun, ibrahim mengasah kapak
seperti ia meruntuhkan patung-patung
pada hari itu, air matanya pun berguguran
patung-patung menjelma manusia menggoda mereka
dengan batu ibrahim melempar amarah
dengan batu ismail menumbuk serakah
lebur, segala hanya satu; tuhan
tak ada siapa-siapa di sini
ibrahim hanya memejamkan mata
mata pisau di leher ismail
inilah penyembelihan sebagai pembuktian
; iman
pada sebuah ruang seekor domba mengembik
darah bercucuran di lehernya
inilah zikir sunyi makrifat
sebagai hamba
sebagai diri yang tak memiliki segala
MAKRIFAT UNTA BETINA
Seekor unta lahir dari batu
dari tebing gurun
membacanya adalah memandang jantung
degupnya hingga ke muara
siapa percaya binatang membelahnya?
hanya pada orang-orang yang bercermin
menatapnya mengembara di kaum tsamud
pada pemukiman cadas, memahat batu
membangun peradaban di gunung
yang menyimpan panas cahaya
air susunya mengalir kepada mulut-mulut
yang mendustakan akan maha pencipta
siapa mampu menyakininya?
hanya pada wajah-wajah bersuci
zikir unta betina di sumur bangsa batu
bersama saleh pembawa risalah
di tengah-tengah wajah legam
yang angkuh pada kekuatan sendiri
pada lempung yang mengeras
sekeras hati keturunan kaum ad
inilah pesan yang dititipkan pada zaman
untuk manusia peradaban digital
bahwa kekuatan dan kecerdasan hanyalah fana
seperti gempa meruntuhkan orang-orang gurun
sebagai isyarat; tiada tuhan melainkan tuhan itu sendiri
di pundak bangsa tsamud
batu-batu berderak menjelma prahara
Nana Sastrawan, lahir 27 Juli di Kuningan, Jawa Barat. Dia pernah menjadi peserta Mastera Cerpen (Majelis Sastra Asia Tenggara 2013) dari Indonesia bersama para penulis dari Malaysia, Brunei, Singapura. Meraih Penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015