Oleh : Zaenuddin Endy
Aktivis Penggerak NU Sulsel dan Direktur Pangadereng Institut (PADI)
Di tengah dinamika politik dan tantangan demokrasi yang semakin kompleks, masyarakat Indonesia sering kali dihadapkan pada realitas bahwa proses demokrasi tidak selalu berjalan sesuai harapan. Dalam situasi ini, kearifan lokal memainkan peran yang penting sebagai penyeimbang dan panduan etika dalam praktik berdemokrasi.
Salah satu tradisi yang kaya akan nilai-nilai luhur adalah kearifan lokal masyarakat Bugis, yang mengandung prinsip-prinsip seperti siri’ (harga diri), lempu’ (kejujuran), pesse (empati dan solidaritas),sipakatau (saling memanusiakan), sipakalebbi (saling menghargai), sipakainge (saling mengingatkan), serta ada tongeng (kebenaran). Nilai-nilai ini memiliki potensi besar untuk menjadi acuan dalam memperkuat budaya demokrasi yang beretika dan bermartabat.
Melalui reaktualisasi atau pengaktualan kembali kearifan lokal Bugis dalam konteks demokrasi modern, dapat menghidupkan kembali semangat dan etika politik yang lebih bermakna. Penggalian nilai-nilai tradisional Bugis dapat menjadi inspirasi bagi praktik demokrasi yang santun, penuh tanggung jawab, dan mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa.
Kearifan lokal Bugis adalah warisan budaya yang mencakup panduan moral dan etika yang telah teruji oleh waktu. Nilai-nilai yang ada di dalamnya bukan hanya sebatas konsep, tetapi telah dipraktikkan oleh masyarakat Bugis dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pengambilan keputusan penting. Ketika berbicara tentang demokrasi, nilai-nilai ini dapat membantu mengarahkan masyarakat pada praktik politik yang sehat, adil, dan berintegritas.
Di tengah perkembangan global dan berbagai tantangan yang dihadapi bangsa, kearifan lokal Bugis memberikan landasan yang kokoh untuk memperkuat etika dalam berdemokrasi.
Reaktualisasi nilai-nilai ini dalam praktik demokrasi memungkinkan untuk tidak hanya mengejar kepentingan politik semata, tetapi juga menjadikan proses demokrasi sebagai jalan untuk memperkuat ikatan sosial dan kebersamaan. Dengan nilai-nilai Bugis, demokrasi bisa dihidupkan kembali dalam bentuk yang lebih manusiawi dan sesuai dengan jati diri bangsa.
Nilai-Nilai Luhur Bugis sebagai Pedoman dalam Demokrasi
Dalam konteks demokrasi, nilai-nilai Bugis seperti siri’, lempu’, pesse, sipakatau, sipakalebbi, sipakainge, dan ada tongeng dapat menjadi prinsip dasar untuk membentuk perilaku politik yang beretika dan bertanggung jawab.
1. Siri’ (Harga Diri)
Siri’ atau harga diri adalah prinsip penting dalam budaya Bugis. Siri’ mengajarkan bahwa setiap orang harus menjaga martabat dan kehormatannya, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarganya dan komunitasnya.
Dalam demokrasi, siri’ dapat diartikan sebagai sikap menjaga integritas, baik bagi politisi, pemimpin, maupun warga negara.
Sikap menjaga siri’ dalam politik berarti menolak segala bentuk kecurangan, korupsi, dan manipulasi.
Politisi yang berpegang pada prinsip siri’ akan menjaga amanah rakyat dengan baik dan menghindari tindakan yang merendahkan martabat dirinya dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Dengan kata lain, siri’ mengajak kita untuk menjadikan politik sebagai jalan pengabdian yang tulus, bukan hanya alat untuk mencapai kekuasaan.
2. Lempu’ (Kejujuran)
Lempu’ atau kejujuran adalah nilai yang sangat penting dalam masyarakat Bugis.
Dalam konteks demokrasi, lempu’ adalah dasar dari transparansi dan akuntabilitas, yang keduanya merupakan elemen penting dalam membangun kepercayaan publik.
Seorang politisi atau pemimpin yang menerapkan lempu’ akan bersikap jujur kepada masyarakat, mengutamakan kebenaran dalam setiap tindakannya, dan tidak berbohong demi keuntungan pribadi atau kelompok.
Dalam pemilihan umum, misalnya, nilai lempu’ mendorong para calon untuk berkomunikasi dengan jujur kepada rakyat, menyampaikan visi dan misi yang realistis, serta tidak menjanjikan hal-hal yang di luar kemampuannya.
Dengan berpegang pada prinsip ini, pemimpin akan memperoleh kepercayaan masyarakat yang kuat dan jangka panjang, karena rakyat tahu bahwa pemimpin mereka adalah orang yang tulus dan dapat dipercaya.
3. Pesse (Empati dan Solidaritas)
Pesse mengajarkan tentang pentingnya empati dan solidaritas terhadap sesama. Nilai ini mendorong masyarakat Bugis untuk peduli terhadap nasib orang lain dan bersedia membantu mereka yang membutuhkan. Dalam demokrasi, pesse berarti bahwa seorang pemimpin harus peduli terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang berada di lapisan terbawah.
Pemimpin yang memiliki pesse tidak akan mementingkan diri sendiri atau kelompoknya, melainkan berusaha untuk mengangkat kehidupan seluruh rakyatnya.
Pesse mendorong adanya kebijakan yang inklusif dan berkeadilan, yang tidak hanya menguntungkan sebagian kecil orang, tetapi memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan nilai pesse, demokrasi menjadi lebih bermakna karena benar-benar mencerminkan keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Sipakatau berarti saling menghormati atau menghargai sesama. Dalam konteks demokrasi, ini merujuk pada pentingnya saling menghormati hak dan pendapat orang lain, serta menjunjung tinggi prinsip kesetaraan di dalam masyarakat.
5. Sipakalebbi berarti saling menolong atau membantu satu sama lain. Dalam demokrasi, ini mengarah pada semangat gotong-royong dan kerja sama antarwarga negara untuk mencapai tujuan bersama, seperti kesejahteraan sosial, keadilan, dan perdamaian.
6. Sipakainge berarti saling mengingatkan atau menjaga satu sama lain. Dalam praktik demokrasi, ini berkaitan dengan pentingnya keterbukaan dan saling mengingatkan dalam menjaga norma-norma sosial, menghargai perbedaan, dan memastikan tidak ada yang terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan.
7. Ada Tongeng (Kebenaran)
Ada tongeng atau kebenaran adalah nilai lain dalam budaya Bugis yang sangat penting.
Kebenaran adalah pilar yang menjaga integritas dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam demokrasi. Dalam proses politik, nilai ini mengingatkan kita untuk selalu menegakkan kebenaran dan tidak takut menyuarakannya, meskipun itu mungkin tidak populer atau menantang arus.
Dalam praktik demokrasi, ada tongeng mendorong para pemimpin dan masyarakat untuk berdiri teguh pada prinsip kebenaran, meski mungkin ada risiko atau tekanan.
Dalam konteks kebijakan publik, kebenaran juga berarti memberikan informasi yang benar kepada masyarakat, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang baik dalam memilih pemimpin atau memahami kebijakan yang ada.
Kearifan Lokal Bugis Untuk Demokrasi Yang Bermakna
Reaktualisasi nilai-nilai kearifan lokal Bugis dalam demokrasi bukan hanya sebuah wacana, tetapi kebutuhan di tengah perubahan sosial dan politik yang cepat. Nilai-nilai siri’, lempu’, pesse, sipakatau, sipakalebbi, sipakainge, dan ada tongeng bukan sekadar warisan budaya, tetapi landasan moral yang mampu memperkuat demokrasi dengan mengedepankan integritas, transparansi, empati, dan kebenaran.
Dengan mengimplementasikan nilai-nilai ini dalam demokrasi, akan dapat membentuk budaya politik yang lebih santun, adil, dan bertanggung jawab. Demokrasi yang berakar pada kearifan lokal Bugis tidak hanya mementingkan prosedur formal, tetapi juga membawa semangat kebersamaan dan keadilan yang lebih dalam.
Demokrasi berbasis kearifan lokal Bugis, bukan hanya sekedar sistem pemerintahan atau mekanisme politik, tetapi lebih kepada filosofi hidup yang mengedepankan keadilan, kesejahteraan,dan keseimbangan antara hak individu dan kepentingan bersama. Begitupun mengajarkan pentingnya penghargaan terhadap nilai-nilai budaya lokal dalam membangun negara yang lebih baik dan lebih bermakna.